Makalah

Kedalaman Penalaran dan Pengolahan Informasi: Contoh Prediktif Perilaku SARS

Posted on 9 Juni 2013. Filed under: Makalah |

Abstrak

Jurnal penelitian bertajuk “Depth of Reasoning and Information Processing: A Predictive Model of SARS Behavior”. Jurnal publikasi komunikasi Asia ini mengkontekstualisasikan situasi khusus krisis pada wabah SARS di Makau (sekitar 15 menit menuju Hong Kong) untuk menguji model prediksi perilaku.

Kami menangani pertanyaan dan menetapkan kondisi di empat bidang melalui analisis keterkaitan, seperti pola penggunaan media, mode pengolahan informasi, tanggapan evaluatif, dan perilaku. Sebuah sampel probabilitas total 526 warga Makau berusia 15 tahun atau lebih diwawancarai selama puncak periode wabah SARS, 7–10 Mei 2003 di Makau. Sesuai dengan hipotesis penelitian kami, data menjelaskan empat aspek. Pertama, takut SARS, mungkin menyiratkan elemen kuat afektif dari apa yang diharapkan dari sikap berdasarkan penalaran rasional. Kedua, perbedaan masyarakat-pribadi yang jelas pada tingkat identifikasi kognitif. Ketiga, kegiatan kognitif dari dua jenis proses informasi, pusat modus pengolahan dan modus pengolahan perifer, yang ditunjukkan untuk memprediksi perilaku ketakutan dalam arah yang berlawanan. Keempat, peranan sikap melayani sebagai mekanisme mediasi antara pengolahan informasi dan perilaku, didukung sejalan dengan konsepsi O-S-O-R.

Latar Belakang Masalah

Wabah SARS di kota wisata Hong Kong berkaitan dengan Sindrom Pernapasan Akut Berat (Severe Acute Respiratory Syndrome atau SARS); sejenis penyakit pneumonia, penyakit yang sangat serius yang menyebabkan kematian tertinggi di dunia.

Pada awal April, ada perubahan kebijaksanaan resmi ketika media resmi melaporkan kasus SARS secara lebih terang. Namun, pada masa itu juga beberapa tuduhan muncul mengenai laporan jumlah kasus yang lebih sedikit dari angka sebenarnya di rumah sakit militer Beijing. Setelah pelobian yang alot, pejabat Tiongkok memperbolehkan pejabat internasional menyelidiki situasi di Tiongkok. Hasil penyelidikan mengungkapkan masalah-masalah terkait sistem kesehatan daratan Tiongkok yang sudah tua, seperti maraknya desentralisasi, pita merah dan komunikasi yang kurang.

Pada akhir April, pemerintah Tiongkok mengakui bahwa kasus pelaporan jumlah kasus yang lebih sedikit dari angka sebenarnya disebabkan buruknya sistem kesehatan. Dr. Jiang Yanyong membeberkan fakta yang sebenarnya dengan risiko personal yang besar. Dia melaporkan lebih banyak pasien SARS di sebuah rumah sakit yang ditanganinya daripada yang dilaporkan di seluruh Tiongkok. Beberapa pejabat Tiongkok dipecat dari jabatannya, termasuk Menteri Kesehatan dan Walikota Beijing. Sistem untuk meningkatkan kualitas laporan dan pengontrolan SARS juga dibentuk.

Pertama SARS muncul pada November 2002 di Provinsi Guangdong, Tiongkok. SARS sekarang dipercayai oleh masyarakat disebabkan oleh virus SARS. Sekitar 10% dari penderita SARS meninggal dunia. Setelah Tiongkok membungkam berita wabah SARS, baik internal maupun internasional, SARS menyebar sangat cepat, mencapai negeri tetangga Hong Kong, Makau. (Lihat tabel.)

 

Kemungkinan kasus menurut laporan WHO pada 11 Juli 2003
yang nantinya direvisi**

Negara

Kasus

Tewas

Keluar dari rumah sakit

Tiongkok*

5327

348

4941

Hong Kong *

1755

299

1433

Taiwan *

307

47

***

Kanada

250

38

194

Singapura

206

32

172

AS

71

0

67

Vietnam

63

5

58

Filipina

14

2

12

Jerman

10

0

9

Mongolia

9

0

9

Thailand

9

2

7

Perancis

7

1

6

Malaysia

5

2

3

Italia

4

0

4

Inggris

4

0

4

India

3

0

3

Korea Selatan

3

0

3

Swedia

3

0

3

Indonesia

2

0

2

Makau *

1

0

1

Kolombia

1

0

1

Finlandia

1

0

1

Kuwait

1

0

1

Selandia Baru

1

0

1

Irlandia

1

0

1

Rumania

1

0

1

Rusia

1

0

0

Afrika Selatan

1

1

0

Spanyol

1

0

1

Swiss

1

0

1

Total

8069

775

7452

(*) Daratan Tiongkok, Makau, Hong Kong, dan Taiwan
dilaporkan terpisah oleh WHO.

(**) 11 Juli 2003 adalah hari terakhir laporan WHO.
Total revisi ternyata lebih rendah di Taiwan, Hong Kong,
dan AS.

(***)Total revisi tidak diberitakan.

Berdasarkan tabel wabah SARS itu tampak bahwa Tiongkok dan Makau  menempati posisi wabah terbanyak. Setelah Tiongkok membungkam berita wabah SARS, baik internal maupun internasional, SARS menyebar sangat cepat, mencapai negeri tetangga, kemudian Vietnam pada akhir Februari 2003. Selanjutnya ke negara lain dengan perantaraan wisatawan internasional. Kasus terakhir dari epidemi ini terjadi pada Juni 2003. Dalam wabah itu, 8.069 kasus muncul yang menewaskan 775 orang.

Walaupun mengambil langkah-langkah untuk mengontrol epidemi, Tiongkok tidak memberitahu Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) tentang wabah itu hingga Februari 2003. Justru, pemerintah setempat membatasi laporan epidemi untuk menjaga muka dan kepercayaan publik. Ketidakterbukaan ini menjadikan Tiongkok sebagai kambing hitam akibat menunda upaya internasional melawan epidemi. Sejak itu, Tiongkok secara resmi meminta maaf karena keterlambatannya dalam mengatasi wabah SARS.

Tujuan Penelitian

Penjelasan teoritis perilaku melibatkan dan menghubungkan yang diamati dan tersembunyi, misalnya sikap, emosi, keyakinan, yang kadang-kadang bersama-sama dengan rekan-varian seperti norma-norma sosial dan pola pengolahan informasi. Meskipun keunggulan model sosial mapan psikologis, konsensus di antara ulama tentang hubungan sikap-perilaku tetap langka.

Salah satu wilayah yang diperebutkan, apakah rasionalitas manusia (misalnya bobot sadar biaya dan manfaat, dll.) suplemen atau bersaing dengan emosi yang muncul rasional berdasarkan unsur panik dan euforia, meskipun ada kemungkinan bahwa proses abtains bawah circumtances yang tepat, cukup ambiguitas yang ada dalam spesifikasi model, yaitu hubungan yang salah satu moderasi, mediasi atau pengaruh independen dan dalam kondisi apa?

Sumber kedua komplikasi konseptual berasal dari studi yang menemukan baik persepsi maupun persepsi-perilaku terpaksa yang dipisahkan ke dalam tingkatan sosial dan pribadi. Dalam hal ini, individu terbukti memiliki kemampuan dan kemauan untuk menikmati persepsi dan tindakan pada satu tingkat, sementara muncul untuk menjadi cukup mengundurkan diri dengan tidak adanya (bahkan penolakan) dari persepsi dan tindakan di tingkat lainnya.

Temuan ini menimbulkan pertanyaan serius tentang dimensi dari persepsi dan perilaku dan tentang kemungkinan jalur unik prediksi untuk setiap dimensi. Pada bagian tertentu, orang membedakan antara persepsi tingkat masyarakat dan pribadi serta perilaku. Sejauh diferensiasi tersebut tidak mengambil tempat, melakukan dua tingkat pengolahan memerlukan penyerapan informasi diferensial dan diskriminan merupakan dua anteseden.

Sebuah wilayah ketiga kebingungan adalah masalah preferensi. Karena itu, pemahaman tentang bagaimana dan mengapa satu sikap/perilaku lebih disukai daripada yang lain, apalagi untuk memprediksi besarnya, fokus, dan asal-usul konflik sikap dan perilaku antara individu yang berbeda. Misalnya, ketika dihadapkan dengan objek yang sama evolusi, mengapa orang-orang membentuk preferensi yang berbeda dan mengapa orang tidak setuju? Macam apa kesamaan dapat ditemukan di antara orang-orang yang berbagi kepercayaan dan memilih jalan yang sama tindakan? Apakah orang-orang yang menetapkan perilaku yang berbeda secara sistematis berbeda dalam proses kognitif?

Pertanyaan-pertanyaan ini dibahas dalam model OSOR integratif spesifik yang berasal dari perspektif yang lebih umum yang diusulkan oleh Markus dan Zajonc. Berlanjut dari pemikiran ini, penelitian ini membangun sebuah model prediksi perilaku dengan tujuan eksplisit menjawab pertanyaan-pertanyaan dikontekstualisasikan dalam kasus SARS epidemi di Makau.

Pertanyaan-pertanyaan ini dibahas dalam model OSOR integratif spesifik yang berasal dari perspektif yang lebih umum yang diusulkan oleh Markus dan Zajonc. Berlanjut dari pemikiran ini, penelitian ini membangun sebuah model prediksi perilaku dengan tujuan eksplisit menjawab pertanyaan-pertanyaan dikontekstualisasikan dalam kasus epidemi SARS di Makau. Alasan untuk memilih kasus dan situs untuk penelitian sederhana: sementara itu cenderung untuk meminimalkan varians dalam sikap sosial umum terhadap SARS, krisis mengamuk (setidaknya menurut definisi berlaku dari media massa) memiliki potensi untuk memaksimalkan varians pada individu respons mental dan perilaku terhadap situasi sebaliknya tidak ada dalam kehidupan sehari-hari.

Rutinitas telah berubah. Untuk segmen besar penduduk, agak tiba-tiba, kegiatan tertentu menjadi terbatas dan beberapa kegiatan dipromosikan. Di sini, apakah masalah SARS benar-benar memenuhi syarat untuk krisis sosial tidak relevan.

Hal itu merupakan persepsi yang ditimbulkan oleh peristiwa yang penting. Makau, menjadi kantong kecil, sebuah komunitas homogen relatif berkembang, terutama pada industri perjudian. dengan populasi kecil kurang dari setengah juta, kedaulatan Makau kembali oleh Cina dari pemerintah Portugal pada 1999.

Lingkungan media di Makau merupakan salah satu harmoni tinggi ketika anti-Cina hampir tidak ada sikap representasi media. Media politik tersesat dari dominasi selebran boosterisme tersingkir secara sistematis. Hal ini menguntungkan penelitian ketika memiliki ‘kontrol alami’ kontaminasi yang berasal dari jaringan sosial berbeda dan pandangan umumnya.

Dalam menjawab pertanyaan itu, penelitian ini kurang tertarik dalam menemukan motivasi di balik definisi peristiwa media daripada memeriksa kerja pikiran individu ketika mereka menghadapi definisi tersebut, bahan kasar untuk perenungan mereka.

Perhatian utamanya merupakan gagasan tentang ‘kedalaman pengolahan’ tatkala informasi yang masuk menerima perhatian diferensial (kurangnya perhatian) dan membangkitkan diferensial kognitif dan tanggapan emosional. Akhirnya, menemukan ekspresi perilaku. Hal ini menempatkan teori ini diuji bukan diasumsikan. Kami menempatkan berbagai set hubungan dalam konsepsi dari dua tingkat (yaitu masyarakat vs pribadi) pandangan terhadap SARS, yang memicu berbagai kegiatan.

Model Konseptual

Pendekatan klasik untuk memahami respons kognitif, menurut definisi, melibatkan anteseden tertentu, rangsangan. Kekurangan model SR ini, bagaimanapun, dicapai dengan mengorbankan pemahaman yang lebih dalam hubungan. Untuk satu hal, proses menengah (intermediate) tersingkir secara sistematis. Model konseptual kami beroperasi pada asumsi bahwa perilaku diturunkan dari pengetahuan tentang representasi subjektif individu, baik kognitif dan afektif (misalnya sosial vs pribadi, baik vs buruk, dll) atribut obyektif. Sebagai contoh, meskipun SARS korban memiliki probabilitas obyektif meninggal lebih tinggi dibandingkan, katakanlah, mereka yang menderita pneumonia yang khas, penilaian tentang berat ancaman kematian dan perbandingan mental manfaat beban perilaku tertentu (misalnya sering mencuci tangan) adalah subyektif dan bisa bervariasi pada orang yang berbeda. Variasi perilaku menangkap berbagai konstruksi yang berhubungan dengan pengolahan informasi, pembentukan sikap dan emosi gairah. Proses itu bisa dibayangkan terjadi sebelum dan setelah pengenalan rangsangan.

Untuk menangkap kompleksitas penuh mekanisme, kami mengadopsi model OSOR (lihat McLeod, 2000 untuk adaptasi dari teori psikologi sosial dalam bidang komunikasi). Model ini meluas ke luar pandangan tradisional SR. Pertama, O menunjukkan kepercayaan sosial dan psikologis sebelumnya. Kedua, S singkatan dari berbagai bentuk komunikasi formal dan informal. Ketiga, O melukiskan serangkaian pengolahan strategi skema informasi. Keempat, R adalah variabel dependen fokus. Pandangan demikian membutuhkan integrasi dari beberapa perspektif teoritis. Kami mulai dengan Teori Alasan Tindakan yang dikenal.

Menurut Teori Alasan Tindakan (Ajzen & Fishbein, 1980, 2004), sikap seseorang terhadap suatu tindakan dapat diketahui dari jumlah keyakinan evaluatif yang menonjol pada tindakan itu. Niat untuk benar-benar melaksanakan tindakan tersebut merupakan fungsi sendi sikap terhadap tindakan dan subyektif norma mengenai perilaku tersebut. Sebuah turunan menonjol dari teori ini, model nilai harapan, menawarkan elaborasi dengan berkonsentrasi pada konsep aksesibilitas keyakinan. Dalam model ini, sikap tentang obyek/perilaku ditentukan oleh keyakinan diakses tentang benda atau perilaku (Ajzen & Fishbein, 2004).

Hipotesis

 

Semakin besar kemungkinan suatu obyek atau perilaku dipandang memiliki atribut yang baik dan konsekuensi janji yang baik, semakin positif yang akan dievaluasi. Teori sikap terkait lainnya cenderung mengikuti struktur Teori Alasan Tindakan, meskipun mereka mungkin berbeda dalam konten sikap dan besarnya pengaruh sikap terhadap perilaku, misalnya Bargh, Chen & Burrows, 1996; Fazio, 1990).

Konsisten dengan perspektif ini, pandangan yang diterima secara luas menunjukkan bahwa orang berbagi kendali bawaan untuk mengambil nilai dari fakta-fakta, dan pertimbangan nilai subyektif sekali terbentuk fakta-fakta objektif yang dianggap tidak relevan ketika berdampak pada perilaku. Misalnya, probabilitas terinfeksi dengan SARS mudah dihitung, bahkan untuk yang paling cenderung matematis, dari rasio korban penduduk di masyarakat.

Meskipun rasio faktual ternyata sangat kecil, orang berpendapat masih rentan terhadap serangan panik karena dari berat mental yang ditempatkan pada konsekuensi. Karena keyakinan dan membentuk sikap, mengembangkan, atau pembusukan tidak sepenuhnya intra-pribadi atau benar-benar ekstra-pribadi, yang menjadi ‘jalan tengah’ antara sikap dan konteks sosial mereka menjadi wilayah penelitian yang penting (Elser & Stroebe, 1972). Bagian tersulit untuk memberi penjelasan tanah ini tengah terletak pada kehadiran nyata dan potensi pemikiran penalaran, elemen irasional/emosional, atau kombinasi keduanya.

Efek dari konteks (alami daripada laboratorium) pada penilaian biasanya berlangsung dalam dua langkah. Pertama, adanya alternatif mengarah ke preferensi yang bisa mengubah keputusan dan perilaku. Untuk pengusaha Makau, melakukan perjalanan berisiko tinggi ke Hong Kong selama periode puncak SARS dapat berpotensi seperti berjalan ke lapangan ranjau darat. Sebaliknya, tidak melakukan perjalanan bisa berarti kerugian nyata dari porsi yang cukup besar dari nilai keuntungan. Apa pun keputusan, hubungan sikap-perilaku tidak dapat sepenuhnya dipahami tanpa mengetahui alternatif yang benar dan dirasakan dalam konteks sosial ketika terjalin hubungan. Kedua, ketika orang diperbolehkan preferensi dan pembenaran kognitif (baik pra atau pasca-keputusan) untuk preferensi, perselisihan antara orang-orang akan muncul. Jawaban atas pertanyaan mengapa orang mengadopsi sikap dan perilaku yang berbeda terletak pada fundamental selektivitas individu dalam proses perhatian dan kognitif (Elser & Stroebe, 1972).

Dalam contoh itu, keputusan seseorang tentang apakah melakukan perjalanan atau tidak mungkin sepenuhnya rasional. Namun, juga bisa dibayangkan menjadi murni emosional. Selektivitas yang menekankan aspek tergantung dari representasi simbol dan bahasa yang berbeda dari pengalaman. Dengan demikian, gagasan selektivitas merupakan inti dari penilaian sosial.

Mengingat sentralitas representasi simbolis dalam pemilihan antara alternatif, sumber informasi dan pola pengolahan informasi layak dicermati. Penjelasan diferensial sikap salience telah menemukan kekuatan khusus dalam proposisi teoritis Dual Mode Processing (Chaiken, 1980; Fazio, 1990, Petty & Cacioppo, 1986).

Menurut alur logika, kapasitas pengolahan informasi yang terbatas (dan motivasi) menciptakan hambatan mental untuk musyawarah yang luas pada berbagai hal, yang pada gilirannya mempersempit jumlah masalah yang akan ditetapkan sebagai hal penting. Modus pusat atau sistematis pengolahan informasi kognitif cukup melelahkan, reflektif dan kontemplatif. Di sisi lain, pengolahan isyarat-dipandu atau perifer kurang maksimal, sering tergantung dari motivasi dan kemampuan elaborasi (Chaiken, 1980). Oleh karena itu, orang-orang yang memperhatikan dan mengabdikan pembahasan kognitif serius ke objek evaluasi dapat menunjukkan sikap yang sangat berbeda tentang benda dari mereka yang gagal untuk melakukannya.

Mengintegrasikan perspektif teoritisyang dibahas di atas, kami dapat mengidentifikasi dua jalur paralel prediksi perilaku: satu arus dari pengolahan informasi pusat dipilih sendiri sikap individu/formasi emosi dan selanjutnya ke perilaku, sementara bergerak lainnya dari pengolahan perifer untuk tujuan yang sama. Kedua proses tersebut konseptual berbeda karena, jika informasi memainkan peran sama sekali dalam pembentukan sikap, tidak mungkin bahwa set yang sama sikap dan perilaku bisa berasal dari kebiasaan yang sangat berbeda dari pengobatan mental informasi. Hal ini dimaksudkan, kami harus memperhitungkan fakta bahwa atribut yang sama (misalnya ancaman SARS terhadap kehidupan atau manfaat dari sering cuci tangan) tidak dapat dianggap sama pentingnya oleh semua orang dengan cara yang sama. Faktor-faktor lain, secara psikologis lebih mengakar dan untuk sementara sebelum evaluasi atribut dangkal, juga harus berada di tempat kerja. Adopsi perilaku baru dalam menanggapi pecahnya kondisi sosial (misalnya epidemi) hanya indikasi variabel dan dangkal dari pengaruh dari kecenderungan mental tertentu berakar dan abadi.

Sebuah studi baru-baru ini mengusulkan sebuah divisi dari sikap terhadap perilaku dalam dimensi sosial dibandingkan pribadi (Park, 2000). Meskipun bukti dari (2000) penelitian Park terutama digunakan untuk menjelaskan tumpang tindih antara sikap dan norma subyektif dalam Teori Alasan Tindakan, kontinum sosial-pribadi muncul untuk memvalidasi perbedaan konseptual.

Dengan ekstensi, logika yang sama berlaku terhadap perilaku. Jika sikap dan perilaku yang dipisahkan ke dalam tingkatan yang sesuai, maka kami harus mampu menunjukkan jalan yang berbeda dari prediksi. Hal ini tentu masuk akal untuk memahami hubungan kuat antara sikap sosial dan perilaku sosial tingkat-tingkat dari mereka yang memiliki sikap pribadi dan perilaku sosial.

Walaupun demikian, dalam penelitian ini khususnya, perilaku individu yang didekomposisi menjadi dua dimensi, pribadi dan sosial, secara eksklusif didasarkan pada egoisme rasional. Dengan kata lain, perilaku sosial kita diuji adalah agak berbeda dari konseptualisasi Park di mana perilaku sosial lebih terkait dengan altruisme.

Sementara perilaku sebagian besar pelayanan publik yang berorientasi pada Park (seperti melindungi lingkungan, menjaga kota bersih, dll.); S studi, variabel dalam penelitian kami menunjukkan perilaku kolektif dimana partisipasi atau penghindaran lebih mungkin termotivasi egois (misalnya akan pihak, bar, film, dll). Dalam ringan jika diskusi ini, kami mengintegrasikan berbagai klaim teoritis dan mengkontekstualisasikan pengamatan mereka dalam kasus perilaku pencegahan SARS di Makau.

Varians dalam perilaku mencerminkan penyesuaian mental dan orientasi yang berpusat pada konsistensi. Di sini, prinsip dari psikologi kognitif klasik berpendapat bahwa perubahan dan perilaku (misalnya Heider, 1946; Osgood & Tannenbaum, 1955). Teori disonansi berlangganan logika yang sama ketika ditetapkan bahwa kognisi yang mengarah ke perilaku yang sejalan dengan itu (Festinger, 1957).

Pada akar argumen adalah keyakinan bahwa dokter umum sungguh menjaga konsistensi internal dan berbagai modifikasi kognitif perilaku dimotivasi oleh dorongan untuk mengurangi inkonsistensi (Festinger, 1957, Osgood, 1960).

Pada bahasan yang lebih luas adalah variabel fokus: perhatian SARS berita di media yang berbeda. Sebaliknya, mode pusat atau perifer pengolahan informasi merupakan mekanisme mediasi antara informasi yang masuk dan respon rasional atau emosional yang tidak bisa dilewati (McLeod, 2000).

Karakteristik informasi telah ditemukan untuk membujuk atau mengarahkan pola pengolahan dalam berbagai menarik, kadang-kadang tidak menarik, cara (misalnya Nesbit & Ross, 1980). Relevan dengan penelitian ini adalah temuan bahwa individu cenderung memberikan bobot yang lebih besar ke negatif sebagai lawan informasi positif, mungkin karena mantan kekhasan yang lebih besar (Kanouse & Jansom, 1971).

Metode Penelitian

Data untuk penelitian kami dikumpulkan dari sampel probabilitas dari 526 Macao penduduk asli berbahasa Cina berusia 15 tahun ke atas yang diwawancarai melalui telepon di Mat 2003 (rentang usia yang sebenarnya adalah antara 15 dan 79). Kerangka sampling adalah telepon databank Makau yang dibuat tersedia untuk proyek penelitian. Kami mengadopsi ‘metode terakhir ditambah dua digit “untuk sampai ke nomor tidak terdaftar dan’ teknik skrining ulang tahun terakhir ‘untuk mencapai pendekatan gender di antara responden yang valid (44% laki-laki, perempuan 56%).

Sebanyak 40 mahasiswa terlatih terdaftar dalam penelitian kelas metode dilakukan kegiatan lapangan menggunakan wawancara telepon dibantu komputer dengan sistem CATI. Para pewawancara menelepon nomor 1.636, menghasilkan tingkat respons akhir dari 45,7% dan tingkat kerjasama 63,3% dihitung dengan AAPOR (American Association of Public Opinion Research) rumus Tingkat Respons 3 (RR3) dan Tingkat Kerjasama (COOP3; AAPOR, 2000).

Penting untuk dicatat bahwa meskipun data dikumpulkan sebelum kantong kecil memiliki kasus pertama dan satu-satunya yang SARS penderitaan, gelombang kedua survei dilakukan setelah kasus penderitaan dibuat dikenal masyarakat tidak menghasilkan perbedaan yang signifikan dalam model kami. Pada tingkat kepercayaan 95%, kesalahan sampling diperkirakan ± 4,36%. tanggapan dikumpulkan dibandingkan dengan data sensus untuk memastikan bahwa sampel adalah wakil dari populasi Macao dalam hal jenis kelamin dan usia. Tidak ada perbedaan signifikan yang terdeteksi antara statistik sampel dan parameter populasi.

Kesimpulan dan Diskusi

Jalur penjelasan awal dari perilaku diwarnai oleh komplikasi dan tentu maksud barik dari peneliti. Kami prediksi perilaku menetapkan untuk menangani pertanyaan dan menetapkan kondisi di empat bidang melalui analisis keterkaitan antara pola penggunaan media, mode pengolahan informasi, tanggapan evaluatif, dan perilaku.

Penelitian ini dikontekstualisasikan sekitar situasi krisis khusus, wabah SARS, dalam komunitas kecil Makau. kasus dan lokasi penelitian sendiri berarti bagi isu-isu konseptual dalam bahwa mereka tidak hanya dipilih dari kenyamanan untuk memeriksa hubungan. yang lebih penting, mereka benar-benar memberikan kondisi untuk generalisasi dari hubungan yang diamati dan mencurahkan lampu teoritis membangun selanjutnya.

Perhatian pertama kami adalah tingkat prediktabilitas perilaku pencegahan SARS dari tanggapan kesehatan mental-krisis tertentu. Analisis menunjukkan tingkat tinggi tumpang tindih antara individu diucapkan kekhawatiran infeksi dan tindakan berikutnya untuk meringankan mereka, dengan satu penyimpangan kecil. Sesuai dengan Teori Alasan Tindakan, penilaian subjektif dari atribut dan konsekuensi dari target obyektif merupakan faktor penentu penting niat untuk bertindak. Tindakan berikutnya, mereka tunduk pada tekanan untuk kesesuaian, langkah arah yang konsisten dengan teori-teori keseimbangan dan disonansi kognitif. takut SARS mungkin menyiratkan elemen emosional yang lebih kuat daripada apa yang akan diharapkan dari sebuah perilaku yang didasarkan pada penalaran rasional. Hal ini terutama berlaku di Makau, pada saat survei kami, tidak ada satu kasus infeksi dilaporkan. Namun, ketakutan ini bisa dibilang hal yang paling dekat ekspresi perilaku dalam kasus SARS, meskipun pengurangan rasa takut juga kami dapatkan melalui taktik psikologis. temuan kami tentang hubungan yang kuat antara dua titik terang pada koneksi teoritis.

Kekhawatiran kedua kami terfokus pada keterbagian perilaku ang ketakutan ke dimensi sosial dan pribadi, dalam terang penelitian sebelumnya (misalnya Park, 2000). Analisis Faktor kedua variabel memang menghasilkan faktor bersih saja, ditandaI oleh kecenderungan psikologis dan perilaku sosial atau pribadi di alam.

Kekhasan faktor yang diuji dalam analisis regresi.

Kesan umum yang muncul dari analisis mengkonfirmasi pemisahan konseptual. Variabel dalam informasi seluruh blok pengolahan memprediksi secara signifikan hanya untuk ketakutan pribadi. Penggunaan Media pola di tiga bentuk outlet menunjukkan pola identik prediksi (prediktor sedikit signifikan karena takut sosial akan lenyap pada tingkat kepercayaan biasa 95%).

Keprihatinan kami ketiga berhubungan masalah. bagaimana modus sistematis atau pusat pengolahan informasi dibedakan dari perifer, modus isyarat-dipandu pengolahan dalam hubungan mereka dengan rasa takut dan perilaku. Temuan menunjukkan pola berulang di mana individu yang lalai terhadap informasi SARS juga menunjukkan ukuran distain terhadap ancaman kesehatan dan keengganan untuk terlibat dalam perilaku pencegahan. Kegiatan kognitif dari dua jenis prosesor informasi telah ditunjukkan untuk memprediksi ketakutan dan perilaku dalam arah berlawanan.

Perhatian akhir kami diatur pada spesifikasi model di mana peran sikap melayani sebagai mekanisme mediasi antara pengolahan informasi dan perilaku yang ditentukan, spesifikasi ini telah menerima dukungan empiris yang agak menarik. Seperti Tabel 5 menunjukkan, semua koefisien signifikan prediktor digunakan media dan blok pengolahan diturunkan dengan margin besar dan paling tersingkir setelah variabel takut dikendalikan tambahan untuk demografi.

Secara konseptual, hasil ini mendukung (2000). Konsepsi  OSOR menurut pandangan ini, perspektif tradisional pengaruh media terhadap perilaku memerlukan kualifikasi serius dengan pertimbangan faktor psikologis yang terletak di antara mereka.

“Depth of Reasoning and Information Processing: A Predictive Model of SARS Behavior”, Jurnal Komunikasi Asia oleh Steve Zhongshi Guo, Angus Weng Hin Cheong & Chris Fei Shen

Read Full Post | Make a Comment ( None so far )

Percepatan Kurikulum dalam Iptek

Posted on 16 Desember 2009. Filed under: Makalah |

 

Kurikulum yang Mempercepat Penguasaan Iptek

Tajuk “Peran Kurikulum dalam Mendukung Percepatan Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi” disampaikan oleh Diah Harianti, Kepala Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas di Jakarta. Peran kurikulum itu berkaitan dengan perubahan kurikulkum untuk mendukung perkembangan iptek, standar isi yang mendukung iptek, kurikulum tingkat satuan pendidikan yang luwes, dan pembelajaran yang mengaktifkan siswa.

 

Diah Harianti menjelaskan pertama, perubahan kurikulum untuk mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi atau iptek seperti berikut ini. Namun, terlebih dahulu ia menjelaskan definisi kurikulum.
Kurikulum, katanya, adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Atas dasar itu, hendaknya dicermati tentang perubahan kurikulum yang bertujuan  antara lain untuk menyesuaikan dengan perkembangan iptek. Selain itu, bukan hanya kurikulum 1975; 1984 dan 1994 yang sarat dengan content, melainkan juga guru dan buku paket menjadi sumber belajar utama. Pada bagian lain, ada kurikulum berbasis kompetensi atau KBK dan kurikulum tingkat satuan pendidikan atau KTSP. Pada KBK dan KTSP berkaitan dengan content yang diusahakan dikurangi, sumber belajar tidak hanya guru dan buku paket saja, teknologi internet memudahkan siswa mengakses sendiri semua ilmu pengetahuan yang diperlukan.

 

Pada kesempatan ini, Diah Harianti mengurai standar isi yang mendukung iptek.

Merujuk pada tujuan pendidikan nasional, pasal 3 UURI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuannnya untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang :beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Untuk itu, perlu diketahui pengelompokan mata pelajarannya, seperti kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran iptek, kelompok mata pelajaran estetika, kelompok mata pelajaran jasmani, olar raga, dan kesehatan.

Dalam kaitan dengan kelompok mata pelajaran iptek dilaksanakan melalui muatan dan atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan atau kejuruan, teknologi informasi dan komu nikasi, serta muatan lokal yang relevan.

 

TUJUAN PENDIDIKAN NASIONAL

SKL SATUAN PENDIDIKAN

SKL KLP MATA PELAJARAN

SKL MATA PELAJARAN

STANDAR KOMPETENSI (SK)

KOMPETENSI DASAR (KD)

 

Kurikulkum satuan pendidikan yang luwes, ternyata berhubungan erat dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan.

  • Adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan.
  • Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dikembangkan sesuai dengan:
  • Satuan pendidikan
  • Potensi daerah/karakteristik daerah
  • Sosial budaya masyarakat setempat
  • Kebutuhan dan kondisi Peserta didik
  • Kurikulum tingkat satuan pendidikan dikembangkan oleh sekolah dan Komite sekolah
  • Pengembangan KTSP mengacu pada Standar Nasional Pendidikan, utamanya adalah Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan

 

Adapun pengelolaan Kurikulum Berbasis Sekolah mengacu pada visi dan misi sekolah, pengembangan perangkat kurikulum  (a.l. silabus), pemberdayaan tenaga kependidikan dan sumber daya lainnya untuk meningkatkan mutu hasil belajar, pemantauan dan penilaian untuk meningkatkan efisiensi, kinerja dan kualitas pelayanan terhadap peserta didik, berkolaborasi secara horizontal, dengan:

  1. Sekolah lain,
  2. Komite Sekolah,
  3. Organisasi Profesi

Berkolaborasi secara vertikal, dengan:

  1. Dewan, dan
  2. Dinas Pendidikan

 Akan tetapi, perubahan pada kegiatan belajar mengajar berpusat pada peserta didik, mengembangkan kreativitas, menciptakan kondisi yang menyenangkan dan menantang, kontekstual, menyediakan pengalaman belajar yang beragam, dan belajar melalui berbuat.

Bagian penting lain menurut Diah Harianti berfokus pada penilaian kelas. Dilakukan oleh guru untuk mengetahui tingkat penguasaan kompetensi yang ditetapkan, bersifat internal, bagian dari pembelajaran, dan sebagai bahan untuk peningkatan mutu hasil belajar. Selain itu, berorientasi pada kompetensi, mengacu pada patokan, ketuntasan belajar, dilakukan melalui berbagai cara.

Dilakukan a.l. melalui portfolios (kumpulan kerja siswa), products (hasil karya), projects (penugasan), performances (unjuk kerja), paper dan pen (tes tulis), dan pelaksanaan remedial yang dilakukan kepada siswa yang belum mencapai kriteria ketuntasan belajar dapat dilaksanakan setiap saat baik pada jam efektif maupun di luar jam efektif. Penilaian kegiatan remedial dapat berupa tes maupun penugasan yang lain. 

Pelaksanaan pengayaan dilakukan terhadap siswa yang telah mencapai ketuntasan belajar dapat berbentuk tugas-tugas individual yang bertujuan untuk mengoptimalkan pencapaian hasil belajar siswa. Selain itu, dapat dilaksanakan setiap saat baik pada jam efektif maupun diluar jam efektif. Hasil penilaian kegiatan pengayaan dapat menambah nilai siswa pada mata pelajaran yang bersangkutan. 

Pada bagian akhir berkenaan dengan pembelajaran yang mengaktifkan peserta didik. Untuk itu, perlu dipahami pengertian belajar aktif. Cara belajar siswa aktif adalah pendekatan belajar-mengajar yang lebih mengutamakan kegiatan intelektual atau mental di mana peserta didik tidak hanya menerima apa yang diajarkan tapi harus berperan secara aktif dalam proses belajar mengajar dan bertanggungjawab terhadap kegiatan belajarnya, dengan cara: mengajukan pertanyaan, mengemukakan pendapat, menilai atau membuktikan serta dapat memecahkan masalah.

Peserta didik belajar dari guru, bahan/buku pelajaran, teman sebaya dan lingkungannya secara efektif dan bermakna.

Prinsip dasar belajar aktif

  1. Mengerti tujuan dan fungsi belajar;
  2. Melayani perbedaan individual, minat, kemampuan khusus serta membantu kesulitan belajar;
  3. Memanfaatkan berbagai pengorganisasian kelas serta bentuk belajar sesuai dengan kegiatan belajar mengajar yang diperlukan (klasikal, kelompok besar, kelompok kecil, berpasangan, individual);
  4. Mengembangkan kemampuan untuk berfikir logis, kritis, kreatif, secara mandiri dan berkelompok;
  5. Ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik dengan adanya pajangan hasil kerja, perpustakaan kecil dsb.;
  6. Memanfaatkan lingkungan sebagai bahan kajian dan sumber belajar, baik lingkungan alam, sosial, budaya, narasumber dsb.;
  7. Umpan balik untuk meningkatkan kegiatan belajar.

 Contoh Kegiatan yang mengaktifkan peserta didik

  1.  
    1. Menggubah syair lagu dan menyanyikannya,
    2. Menciptakan permainan,
    3. Berdiskusi (bertanya, menjawab, mengambil kesimpulan, mendengar penjelasan, mengajukan gagasan),
    4. Menggambar,
    5. Mengarang dan bercerita (prosa, puisi, pantun, komik, dsb),
    6. Mengamati persamaan dan perbedaan ciri suatu benda,
    7. Membuat rangkuman,
    8. Merencanakan dan melakukan percobaan,
    9. Merencanakan dan melakukan wawancara,,
    10. Merencanakan dan melakukan penelitian sederhana,
    11. Membuat ramalan dan berekstrapolasi,
    12. Membuat jurnal, buku harian dsb,
    13. Membuat laporan,
    14. Berceramah,
    15. Membuat poster,
    16. Membuat model,
    17. Membuat grafik, diagram dsb.,
    18. Membuat kamus,
    19. Menulis artikel ilmiah populer, dst.

 

Diah Harianti sampai pada kesimpulan bahwa secara konsep, kurikulum yang digunakan saat ini sangat mendukung pengembangan penguasaan iptek. Selain itu, pelaksanaan pembelajaran yang mendukung percepatan penguasaan iptek memerlukan dukungan berbagai pihak, terutama pelaku pendukung iptek.***

Read Full Post | Make a Comment ( 1 so far )

Strategi Bertahan bagi Industri Kecil

Posted on 5 Desember 2008. Filed under: Makalah |

Strategi bertahan atau survival yang diterapkan oleh perusahaan terkait erat dengan kemampuan bertahan atau bertahan dari perusahaan, demikian Y. Sri Susilo mengawali uraian pada sesi paralel “Pertanian dan Ekonomi Pedesaan” di Hotel Nikko, Jakarta, pukul 13.00—15.00 WIB, Rabu, 4/12/08.

Kemampuan bertahan lebih dimiliki oleh industri kecil-menengah karena sifat bisnis itu sendiri yang langsung dimanajemeni oleh para pemilik sehingga fleksibel dalam beradaptasi terhadap perubahan lingkungan dan mempunyai kecepatan dan tekad (speed and passion). Kemampuan bertahan industri kecil ini sejalan dengan pendapat Audretsch (1997) yang menyatakan bahwa bertahan suatu perusahaan tergantung dari: (1) the startup size, banyaknya jumlah karyawan yang dimiliki pada waktu perusahaan dimulai, (2) capital intensity, mencerminkan biaya produksi yang harus dikeluarkan, terutama untuk biaya-biaya tetap, dan (3) debt structure, struktur modal, terutama yang disebabkan oleh banyaknya bunga utang sebagai beban tetap yang harus ditanggung. Perbedaan nilai dari ketiga unsur itu menyebabkan perbedaan tingkat bertahan suatu perusahaan.

Riset itu, Y. Sri Susilo bersama A. Edi Sutarta dan Amiluhur Soeroso dari Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya, Jogjakarta melanjutkan, dalam proses penyelesaian dan dalam tahap pengolahan data berdasarkan jadwal penelitian, seperti yang dituliskan pada makalah bertajuk “Strategi Bertahan Industri Kecil, Pasca Kenaikan Harga Pangan dan Energi: Kasus Industri Makanan di Jogjakarta”. Penelitian ini harus selesai September 2008 yang dibiayai oleh Dana Insentif Universitas Atma Jaya, Jogjakarta.

Perusahaan kecil yang tidak dibebani oleh banyaknya beban tetap terhindar dari kesulitan, menanggung semua biaya pada kondisi ekonomi memburuk, walaupun perusahaan kecil sering mengalami kesulitan dalam mengelola skala ekonomi dan sulit bersaing dengan perusahaan berskala ekonomi besar. Struktur utang (debt structure) mempunyai pengaruh positif terhadap kesempatan suatu perusahaan untuk survive melalui dua alasan. Pertama, atas dasar agency theory dalam keuangan yang menyatakan bahwa makin tinggi perbandingan utang dengan modal sendiri, yang mengakibatkan tingginya bunga utang akan membatasi arus kas yang tersedia di dalam perusahaan sehingga perusahaan kehilangan kesempatan untuk menginvestasikan arus kas itu ke dalam proyek investasi yang lebih menguntungkan. Kedua, menurut Caves dan Porter (1976), investasi yang besar dapat mencegah pesaing-pesaing baru masuk, sekaligus menghalangi perusahaan untuk secara fleksibel keluar dari industrinya.

Dari kedua pendapat Jensen (1986) serta Caves dan Porter (1976) terlihat bahwa perusahaan kecil lebih luwes untuk mengalihkan arus kas ke proyek yang lebih menguntungkan karena barrier to exit-nya tidak tinggi, berbeda sekali dengan perusahaan besar yang lebih kaku. Besarnya beban utang dan beban tetap lain menyebabkan perusahaan sulit mengatasi masalah keuangan, jika kondisi ekonomi memburuk. Dalam kondisi ekonomi membaik perusahaan besar dengan skala ekonomi besar mudah menanggung semua beban berat tersebut dan dapat lebih efisien dalam produksi.

Pemerintah selama kurun waktu 2005–2008 menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi sebanyak tiga kali: Maret 2005, Oktober 2005, dan Mei 2008. Demikian pula dengan harga gas elpiji (LPG) dan tarif dasar listrik (TDL) pernah juga dinaikkan beberapa kali. Harga pangan, terutama tepung terigu, kedelai, gula, dan minyak goreng dalam kurun waktu terakhir juga melonjak dengan signifikan. Kenaikan harga pangan dan energi itu berpengaruh terhadap biaya operasi dari unit-unit usaha, termasuk industri makanan skala mikro-kecil di Provinsi Daerah Istimewa Jogjakarta. Pada dasarnya, kenaikan harga pangan dan energi mendorong meningkatnya biaya produksi. Kondisi ini mendorong kenaikan harga jual produk (cost-push inflation).

Kajian mengenai strategi bertahan pada usaha skala kecil menjadi hal yang menarik. Setidaknya ada tiga alasan: (1) usaha mikro-kecil relatif lebih mampu bertahan terhadap perubahan lingkungan ekonomi. misalnya krisis ekonomi, daripada usaha menengah-besar, (2) usaha mikro-kecil relatif dinamis dan adaptif terhadap perubahan lingkungan ekonomi yang terjadi, dan (3) usaha mikro-kecil mampu menyerap tenaga kerja, terutama tenaga kerja tidak terampil. Untuk mempertajam analisis, maka dilakukan riset mengenai strategi bertahan dari industri makanan skala kecil di Provinsi Daerah Istimewa Jogjakarta.

Lokasi penelitian dipilih sentra industri makanan dalam riset ini yang meliputi industri makanan, seperti industri tahu (kabupaten Bantul), bakpia (kota Jogjakarta), roti dan kue (kota Jogjakarta, kabupaten Sleman), tempe (kabupalen Kulonprogo, kabupaten Bantul), kerupuk (kabupaten Bantul, kabupaten Sleman), dan makanan gorengan (kota Jogjakarta, kabupaten Kulonprogo).

Survei dilakukan terhadap dua ratus produsen makanan skala kecil untuk mencari data dan informasi yang sesuai dengan tujuan studi. Besar atau ukuran sampel (sample size) untuk masing-masing kelompok industri makanan adalah bakpia (40 produsen), roti dan kue (30 produsen), tahu (30 produsen), kerupuk (30 produsen), tempe (30 produsen), dan makanan gorengan (40 produsen). Survei dilakukan dengan cara melakukan wawancara berdasarkan kuesioner yang disiapkan. Survei dilakukan pada Juni–Juli 2008. Penentuan sampel, khususnya untuk jenis dan lokasi industri makanan dilakukan dengan metode purposive samplIng. Untuk responden produsen makanan, penentuan sampel ditentukan dengan cominience sampling.

Analisis penelitian ini dilakukan dengan pendekatan deskriptif. Dalam riset yang menggunakan analisis deskriptif pada dasarnya mengidentifikasi karakteristik dari fenomena yang diamati atau melakukan eksplorasi kemungkinan hubungan dua atau lebih fenomena. Kemudian analisis secara deskriptif dapat juga dilakukan dengan teknik statistik yang relatif sederhana, misalnya menggunakan tabel, grafik, dan ukuran tendensi sentral, yaitu nilai rata-rata, nilai tengah, dan modus.

Strategi bertahan yang diterapkan oleh responden pada dasarnya dapat dikategorikan menjadi dua: (1) menaikkan harga jual produk, dan (2) tidak menaikkan harga produk. Dari hasil survei ternyata sebanyak 178 responden (89%) menyatakan menaikkan harga, sedangkan 22 responden menyatakan tidak menaikkan harga (11%). Untuk kelompok responden yang menaikkan harga, strategi bertahan yang diterapkan mencakup: (1) menaikkan harga saja (41,57%) (2) kombinasi harga naik dan mengurangi marjin keuntungan (25,28%), (3) harga naik dan mengecilkan ukuran produk (20,22%), dan (4) kombinasi harga naik, mengurangi marjin keuntungan, dan mengecilkan ukuran produk sebanyak 12,93%. Temuan studi ini sejalan dengan riset yang dilakukan oleh Y. Sri Susilo, dkk. (2002) serta penelitian Y. Sri Susilo dan Sri Handoko (2002) yang menyatakan agar tetap mampu bertahan produsen industri kecil dan kerajinan rumah tangga (IKKRT) menerapkan strategi kenaikan harga untuk menutup kenaikan biaya produksi. Hasil kajian Kaballu dan Kameo (2002) serta Y. Sri Susilo dan Ariani (2001) juga memperkuat temuan hasil riset ini.

Dalam penelusuran lebih jauh, sebagian besar responden tidak ada yang menerapkan strategi bertahan dengan mengurangi tenaga kerja (PHK) atau mengurangi jam kerja. Temuan ini tidak sejalan dengan riset Y. Sri Susilo, dkk. (2002) serta kajian Y. Sri Susilo dan Sri Handoko (2002) yang menemukan bahwa salah satu strategi bertahan yang dilakukan oteh IKKRT adalah dengan mengurangi tenaga kerja (PHK) dan mengurangi jam kerja. Perbedaan ini dimungkinkan karena pada kedua studi itu mengamati strategi bertahan dalam konteks menghadapi krisis ekonomi tahun 1998 manakala dampak negatifnya bagi produsen lebih besar daripada dampak kenaikan harga pangan dan energi.

Strategi lain yang diterapkan adalah menekan biaya produksi dan melakukan efisiensi dalam produksi. Biaya yang dapat ditekan adalah biaya promosi dan biaya yang dikeluarkan dalam konteks memberi sumbangan kepada berbagai pihak, baik yang bersifat formal maupun informal. Menekan marjin keuntungan, juga diterapkan kepada pengecer atau tenaga penjualan. Sebagal contoh tenaga penjualan keliling pada industri roti dan kue harus menerima kenyataan marjin keuntungan yang ditetapkan produsen dikurangi. Upaya Strategi lain yang dilakukan dengan mengurangi kuantitas produksi. Hal ini dilakukan karena modal terbatas, dan biaya produksi meningkat. Dari hasil survei lapangan temyata sebanyak 27 responden (13,5%) menyatakan melakukan pengurangan kuantitas produksi.

Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan responden, harapan mereka jika harga bahan baku melonjak pemerintah perlu membantu produsen skala kecil dengan operasi pasar dan subsidi harga. Dengan kebijakan itu pasokan barang di pasar terjamin dengan harga menjadi relatif teijangkau. Responden juga mengeluh dalam beberapa kasus pasokan LPG tiba-tiba menjadi langka di pasar. Kondisi itu kemudian menyebabkan harga LPG meningkat. Demikian pula pemadaman listrik secara bergilir sedikit banyak juga mengganggu aktivitas produksi, terutama untuk industri bakpia serta industri roti dan kue.

Bagaimana dengan respons konsumen atau pembeli? Berdasarkan informasi yang diperoleh di lapangan, pada umumnya konsumen memahami kenaikan harga jual dan produk-produk makanan. Konsumen juga mengetahui bahwa harga bahan baku serta ongkos produksi juga meningkat. Harapan konsumen agar produsen tetap mempertahankan kualitas produk mereka, terutama dan sisi rasa, kebersihan, dan kesehatan.

Strategi bertahan yang diterapkan oleh responden dengan menaikkan harga produk dan atau dilakukan dengan menerapkan strategi bertahan yang lain. Strategi bertahan yang lain dengan menerapkan harga yang tetap atau tidak berubah atau diterapkan dengan strategi bertahan yang lain. Hasil survei menunjukkan bahwa sebagian besar responden, yaitu 89% menerapkan strategi menaikkan harga produk, sisanya sebanyak 11% mengaku tidak menaikkan produk. Berbagai macam strategi bertahan yang diterapkan oleh responden pada dasarnya ditujukan agar usahanya tetap dapat beroperasi atau berproduksi.

Saran yang dapat direkomendasikan adalah kebijakan kenaikan harga energi yang dilakukan oleh pemerintah harus dilakukan dengan waktu yang tepat. Kenaikan harga BBM jangan bersamaan atau berjarak terlalu dekat dengan kenaikan harga energi yang lain, tarif dasar listrik (TDL) dan elpiji (LPG). Jadi, beban konsumen energi, terutama produsen skala mikro-kecil, menjadi tidak berlebihan. Untuk produsen makanan, strategi bertahan yang diterapkan sudah rasional dan hal yang perlu diperhatikan adalah kualitas produk, khususnya keamanan produk, harus menjadi perhatian agar tidak merugikan konsumen.

Keterbatasan riset ini terutama pada besar sampel dan jumlah kelompok industri makanan yang menjadi sampel masih terbatas. Untuk riset selanjutnya agar dapat dipertimbangkan menambah besar sampel dan jumlah kelompok industri yang dijadikan sampel. Riset ini juga menarik untuk diterapkan pada kelompok industri pengolahan lain yang mengkonsumsi energi yang cukup besar. Untuk alat analisis juga dapat dikembangkan dengan alat analisis yang lain, misalnya analisis conjoint dan analytical hierarchy proceeds (AHP) dan menggunakan metode focus group discussion (FGD) untuk menggali informasi yang lebih mendalam.

——————–

BBM yang disubsidi oleh pemerintah adalah minyak tanah. solar, dan premium Sejak Agustus 2005 pemerintah menetapkan BBM bersubsidi hanya untuk sektor rumah tangga dan sektor transportasi. termasuk untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Untuk industri pengolahan skala menengah dan besar dikenakan harga BBM non-subsidi, yaitu harga BBM yang mengikuti pergerakan harga minyak mentah (crude oil) dunia. Kenaikan harga BBM bersubsidi itu rata-rata sebesar 28% (Maret 2005), 126% (Oktober 2005), dan 28,9% (Mei 2008).

Harga pangan selama kurun waktu 2007–2008 mengalami kenaikan rata-rata 35%, bahkan ada produk pangan yang harganya naik di atas 100% kenaikan harga pangan setidaknya oleh lima hal: (1) penggunaan biofuel yang menggunakan input pangan asing lainnya, (3) meningkatnya harga minyak dunia, (4) menurunnya subsidi pertanian di AS dan negara-negara Eropa. dan (5) kondisi cuaca dan musim akibat dan dampak pemanasan global.

Pendekatan cost push mengemukakan bahwa inflasi terjadi karena naiknya biaya produksi atas barang dan jasa. Kenaikan harga-harga input atau faktor produksi mendorong kenaikan biaya produksi. Kenaikan biaya produksi ini selanjutnya menyebabkan penurunan penawaran atas barang dan jasa. Jika penawaran berkurang, sedangkan permintaan relatif tetap, maka harga barang atau jasa naik, ceteris paribus.

Strategi bertahan adalah tindakan atau cara yang dilakukan oleh produsen agar usaha tetap berproduksi, beroperasi atau berjalan.

Bakpia merupakan makanan khas untuk oleh-oleh dari Jogjakarta terbuat dan terigu, gula, dan isinya dapat berupa kacang hijau, cokelat atau keju.

Read Full Post | Make a Comment ( 1 so far )

« Entri Sebelumnya

Liked it here?
Why not try sites on the blogroll...