Archive for Juni 3rd, 2009

Perbaikan pada KBBI IV

Posted on 3 Juni 2009. Filed under: Bahasaku-Bahasamu |

Masa kepengurusan Pengurus Pusat Forum Bahasa Media Massabanner_kbbi (FBMM) periode 2007–2009 segera berakhir. Sesuai dengan program kerja yang ditetapkan, Pengurus Pusat FBMM pada akhir masa tugas menyelenggarakan konvensi dan seminar terkait dengan perkembangan Bahasa Indonesia. Kegiatan ini juga merupakan bagian dari pertanggungjawaban pengurus, selain untuk membentuk kepengurusan baru pada periode berikutnya, serta membangun kembali silaturahim dengan pengurus FBMM dari seluruh Indonesia dan antarpengurus FBMM se-Indonesia.

Bertepatan dengan akhir masa tugas Pengurus Pusat FBMM periode 2007–2009, Pusat Bahasa memperkenalkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) IV yang diharapkan menjadi acuan bagi pengguna Bahasa Indonesia dalam masyarakat. FBMM pun memiliki tugas untuk kian memasyarakatkan pengunaan Bahasa Indonesia, termasuk pengguna yang mengacu pada kamus. Kegiatan memperkenalkan dan mendorong penggunaan KBBI IV dalam masyarakat, dengan semua kelebihan dan kekurangan, sudah menjadi program kerja FBMM, yang pada Maret 2009 untuk pertama kalinya diselenggarakan di Jakarta. Program inipun direncanakan akan dilakukan di seluruh Indonesia, termasuk dikaitkan dengan Konvensi FBMM.
Kegiatan bertajuk “Konvensi III FBMM” dan “Seminar Nasional Bedah KBBI IV” diselenggarakan oleh Pengurus Pusat FBMM periode 2007–2009 bersama dengan Pengurus Daerah FBMM Jawa Tengah dengan dukungan Balai Bahasa Jawa Tengah dan Gramedia Pustaka Utama. Kegiatan berlangsung pada 4–5 Juni 2009 (Kamis dan Jumat), pukul 12.00 di Hotel Le Beringin Jalan Jenderal Sudirman No. 160, Salatiga, Jawa Tengah. Berikut ini makalah Seminar Nasional Bedah KBBI IV yang disampaikan oleh Meity Qudrotillah Taqdir dari Pusat Bahasa.

EDISI IV

Meity Taqdir Qotratillah Taqdir, Kepala Subbidang Perkamusan dan Peristilahan (kedua dari kiri) ketika Bedah KBBI di Jakarta

Meity Taqdir Qotratillah, Kepala Subbidang Perkamusan dan Peristilahan (kedua dari kiri) ketika Bedah KBBI di Jakarta

KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA PUSAT BAHASA

 

1.   Pengantar

Penyusunan kamus merupakan upaya kodifikasi bahasa yang menjadi bagian dari pembaku­an suatu bahasa. Kamus besar adalah kamus yang memuat kekaya­an suatu bahasa sampai pada waktu tertentu, yang disusun dalam bentuk lema atau entri, lengkap dengan segala nuansa maknanya. Nuansa makna kata diuraikan dalam bentuk defini­si, contoh, sinonim, atau parafrasa disertai dengan label pemakaian kata dan maknanya (label ragam bahasa).

 

Penyusunan kamus memerlukan proses yang panjang dan rumit.  Meskipun demikian, seluruh proses harus tetap ditempuh oleh penyusun. Bahkan, penyusun harus pandai-pandai mengusir kebosanan dan kejenuhan yang sering menghinggapinya. Demikian pula, dalam penyempurnaan Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat ini penyusun juga mengalami hal itu.

 

Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat ini merupakan hasil revisi Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Kamus ini, dalam batang tubuhnya, memuat catatan khazanah kata dalam bahasa Indonesia yang meliputi:

  1. kata-kata umum hasil inventarisasi selama beberapa tahun ter­akhir ini;
  2. kata-kata yang termuat dalam kamus-kamus lain, tentunya se­telah melalui seleksi;
  3. kata-kata dari berbagai daerah, khususnya kosakata yang berkaitan dengan budaya di Indonesia yang telah diteliti jangkauan penggunaannya;
  4. istilah berbagai bidang kehidupan dan cabang ilmu penge­tahuan yang menurut pakar yang bersangkutan pantas dimuat dalam kamus ini.

 

Yang dimaksud dengan kata tersebut ialah kata asal, kata ber­imbuhan, kata ulang, kata maje­muk, frasa, atau singkatan yang menurut ilmu leksi­kografi disebut lema atau entri.

 

2.    Kamus Besar Bahasa Indonesia  

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan kamus ekabahasa yang memuat kekayaan kosakata bahasa Indonesia. Hingga saat ini sejak KBBI terbit pertama kali pada tahun 1988 sudah mengalami tiga kali revisi. Setiap edisi revisi, kamus mengalami perkembangan, baik dari segi jumlah lema maupun dari perkembangan makna yang terlihat dalam penjelasan (definisi) lema.

 

Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kesatu (1988) semula memuat 62.100 lema, tiga tahun kemudian terbit Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua (1991) yang memuat sekitar 72.000 lema, dan sepuluh tahun kemudian baru terbit Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga (2001) yang memuat sekitar 78.000 lema.

 

Setelah Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga beredar selama tujuh tahun (2001—2008), tentu saja bahasa Indonesia terus mengalami perkembangan. Untuk mengikuti perkembangan tersebut, kamus ini perlu dimutakhirkan. Sehubungan dengan itu, pada tahun 2008 yang baru lalu diterbitkan Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat.

 

Menurut tradisi leksikografi, sebuah kamus setidaknya direvisi sedikitnya dalam watu lima tahunan karena tidak ada satu pun kamus yang lengkap sehingga sebuah kamus yang hidup, kamus harus terus mengikuti perkembangan zaman. Kamus selalu tertinggal dalam hal kelengkapan kosakata jika dibandingkan dengan keadaan setelah kamus diterbitkan. Bahkan, sebelum kamus keluar dari percetakan pun kamus sudah tertinggal. Seringkali kata yang baru muncul atau perkembangan makna terakhir sebuah kata yang sangat populer terjadi setelah naskah kamus selesai disunting dan diset untuk dicetak. Dengan demikian, kosakata baru yang populer pun sering belum tercantum dalam kamus “baru”. Penyusun kamus harus menahan diri untuk tidak serta-merta mengubah atau menambahkannya ke dalam kamus saat proses pengesetan (setting) naskah karena sebuah kamus tidak akan pernah terbit jika penyusun selalu memaksakan melakukannya.

 

Di samping penambahan entri dan subentri baru sebuah revisi kamus, juga terdapat perkembangan makna. Oleh karena itu, sebuah entri yang pada edisi sebelumnya memiliki dua makna, boleh jadi pada edisi revisi entri tersebut mengalami tiga atau bahkan empat makna. Teknik penyusunannya pun dapat berbeda. Sehubungan dengan teknik penyusunan kamus, KBBI edisi keempat juga menggunakan teknik yang berbeda dari teknik yang digunakan dalam penyusunan kamus edisi sebelumnya (KBBI Edisi I—KBBI Edisi III).

                                    

3.    Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi IV

Nama yang sama untuk beberapa hal yang berbeda dapat membingungkan khalayak untuk memastikan hal yang dimaksud. Akhir-akhir ini banyak kita jumpai—di toko buku atau di pedagang kaki lima—beberapa kamus bahasa Indonesia dengan nama Kamus Besar Bahasa Indonesia yang disingkat menjadi KBBI. Bahkan, ada kamus bernama “KBBI” yang baru pertama terbit (bukan dikeluarkan oleh Pusat Bahasa) dengan menambahkan “Edisi Terbaru”. Untuk itulah, KBBI edisi keempat ini kini menambahkan nama lembaga menjadi Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa yang kini diterbitkan oleh Penerbit Gramedia Pustaka Utama.

 

Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat berbeda dari Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi sebelumnya. Perbedaan itu, antara lain, ialah sebagai berikut.

  1. Penambahan lema dan sublema; semula jumlah lema sekitar 78.000 (Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga), kini bertambah menjadi sekitar 90.000 lema. Penambahan itu meliputi kosakata baru, baik yang bersifat umum maupun yang bersifat khusu.
  2. Perbaikan menyangkut ketaatasasan definisi, penjelasan lema, dan pemenggalan kata.
  3. Perbaikan juga menyangkut informasi teknis, seperti label bidang ilmu, label bahasa daerah, dan informasi yang lain.
  4. Sistematika penyusunan sublema tidak lagi berdasarkan abjad, tetapi berdasarkan paradigma, misalnya lema tinju pada Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi sebelumnya, sublema bertinju diletakkan setelah lema pokok tinju karena mendapat awalan ber- yang berabjad pada urutan paling atas, kemudian diikuti sublema meninju, tinju-meninju, pertinjuan, petinju, dan peninju. Namun, dengan penyusunan sublema berdasarkan paradigma pembentukan kata, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat ini urutan sublemanya menjadi meninju, peninju, peninjuan, tinjuan, bertinju, dan petinju. Dapat dijelaskan bahwa pelaku yang meninju disebut peninju, proses atau perbuatan meninju disebut peninjuan, dan hasilnya disebut tinjuan.

 

Jika dilihat dari sudut perkembangan bahasa Indonesia, ka­mus ini dapat di­ang­gap memadai. Namun, para penyusun menyadari bahwa beberapa informasi yang penting yang me­nyangkut etimologi dan penggunaan bahasa Indonesia di berbagai pelosok negeri ini belum dapat dimuat secara keseluruhan di dalamnya karena masih me­merlukan penelitian yang akan ma­kan waktu beberapa ta­hun lagi. Memang, pe­nyusun­an ka­mus harus didu­kung oleh pe­nelitian yang men­dalam dan berkelanjutan. 

 

Perbaikan dan Perkembangan dan Makna

Segera setelah kamus edisi revisi terbit, tim sudah mulai bekerja kembali dengan menginventarisasi, baik kata atau istilah baru maupun perkembangan makna suatu kata. Kata seperti aura, mengunduh, dan wisaya merupakan contoh kata yang tercantum sebagai lema yang mengalami perkembangan makna pada KBBI Edisi IV.

Dalam KBBI III dan KBBI IV, definisi untuk kata tersebut adalah sebagai berikut.

 

a. AURA

KBBI III:

aura 1 perasaan subjektif menjelang serangan penyakit ayan; 2 kesan emosi oleh orang atau tempat

KBBI IV: 

aura 1 energi yg memancar dr orang, benda, dsb; 2 Dok perasaan subjektif atau fenomena motorik yg mendahului dan menandai permulaan suatu serangan epilepsi

b. UNDUH, MENGUNDUH

KBBI III:

unduh, mengunduh Jw v memanen (buah); …

KBBI IV:

unduh, mengunduh Jw v 1 memanen (buah); 2 Komp mengopi berkas dr layanan informasi daring atau dr komputer lain ke komputer yg digunakan;…

c. WISAYA

KBBI III:

wisaya n 1 jerat penangkap binatang; 2 sihir

KBBI IV:

wisaya n 1 jerat penangkap binatang; 2 sihir; 3 Komp sistem pakar terkomputeisasi yg memandu pengguna melalui proses (kadang-kadang) rumit dl mencipta dokumen, spt pamflet iklan atau nawala

 

Dari contoh terlihat bahwa makna lema unduh dan wisaya yang terdapat dalam KBBI III mengalami revisi karena ada perkembangan makna seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi, yakni masing-masing menyulih kata download dan wizard dalam dunia komputer. Sementara itu, untuk lema aura, definisi yg ada pada KBBI III dianggap tidak memadai karena secara umum makna kata aura lebih banyak digunakan dalam makna pertama seperti yang kemudian direvisi pada KBBI IV.

 

Penambahan Lema dan Sublema

Perkembangan ilmu dan teknologi turut memengaruhi perkembangan kosakata suatu bahasa. Era teknologi komputer turut memperkaya kosakata di bidangnya. Untuk mengimbangi kemajuan itu, bahasa Indonesia pun ikut memperkaya kosakata dalam bidang komputer. Oleh karena itu, jika dalam KBBI III  lema diska dan gadget belum dimuat, dalam KBBI IV istilah tersebut dimuat sebagi lema.

diska n peranti untuk menyimpan informasi atau data dl komputer; …

 

gadget /gadgét/n peranti elektronik atau mekanik dng fungsi praktis; …

 

hipertaut n Komp hubungan antara elemen kata, simbol, gambar, dsb dl dokumen hiperteks dng dokumen hiperteks yg sama atau bebeda

  

Pengubahan Urutan Susunan Lema dan Sublema

Urutan lema pada KBBI Edisi IV berbeda dari KBBI edisi-edisi sebelumnya.

Contoh:

TINJU

KBBI III                                            KBBI IV

tin.ju n …;                                         tinju n…;

ber.tin.ju v …;                                meninju v …;

me.nin.ju v …;                               tinju-meninju v …;

tin.ju-me.nin.ju v …;                meninjukan v …;

me.nin.ju.kan v …;                     peninju n …;

per.tin.ju.an n …;                         peninjuan n …;

pe.tin.ju n …;                                   tinjuan n …;

pe.nin.ju n …                                   bertinju v …;

                                                                 petinju n …;

                                                                pertinjuan n

 

Kita lihat bahwa urutan susunan lema pada KBBI III berbeda dari KBBI IV. Pada KBBI III sublema petinju dan peninju pada KBBI III saling berurutan, sedangkan pada KBBI IV sublema peninju berada di bawah sublema meninju(kan), sedangkan petinju berada di bawah sublema bertinju. Tujuan pengurutan itu ialah untuk menunjukkan kepada pengguna bahwa peninju berkorelasi dengan meninju(kan), sedangkan petinju berkorelasi dengan bertinju.

  

Proses Revisi KBBI Pusat Bahasa Edisi IV

Revisi KBBI IKBBI III selama ini dilakukan dengan pembagian entri berdasarkan abjad kepada tim penyusun KBBI. Namun, sitem itu membuat definisi yang diberikan banyak yang tidak taat asas. Berdasarkan pengalaman itu, tim mencoba dengan sistem lain, yakni dengan beberapa tahapan:

  1. pengelompokan lema menurut bidang atau medan maknanya (flora, fauna, astronomi, tata boga, tata busana, transportasi, dsb.);
  2. pemeriksaan lema dan sublema yang telah dikelompokkan;
  3. pemeriksaan lema dan sublema baru (termasuk perkembangan maknanya);
  4. penggabungan kembali lema dan sublema berdasarkan abjad;
  5. pemeriksaan ulang lema dan sublema setelah penggabungan.

Penggunaan sistem baru dengan menggunakan teknologi yang lebih canggih memudahkan kita dalam pengabjadan dan dalam beberapa hal lain. Namun, kecanggihan itu adakalanya merepotkan penyusun dan pengetik jika ia tidak cermat. Ketika pengetikan terlewat atau kurang satu atau lebih karakter, atau salah menempatkan cetak miring dan cetak tebal, atau keliru menempatkan koma, titik koma, dsb., program akan berbeda membacanya. Hal itu pun dialami oleh penyusun dan segera disadarinya setelah kamus naik cetak dan terbit. Betapa terkejutnya, ketika menyadari bahwa beberapa lema atau sublema tertinggal, seperti lema bengkel, daripada, kemudi, dan nabi. Rupa-rupanya ketika penggabungan kembali lema dan sublema yang pada proses pemeriksaan dikelompokkan berdasarkan bidang atau medan makna, ada lema yang tertinggal karena lema tersebut terlewat dalam pelabelan awal. Tekad tim ialah akan mengumpulkan lema yang tertinggal, kemudian lema tersebut akan kami unduh lewat laman Pusat Bahasa supaya kita dapatkan kembali lema yang hilang itu.

4. Penutup

Tugas merevisi sebuah kamus yang banyak dijadikan orang sebagai rujukan tidaklah ringan. Tim banyak menerima masukan untuk perbaikan. Tidak jarang masukan yang disampaikan untuk kata yang sama mengandung perbedaan pendapat dari para pemberi masukan yang satu dengan yang lain. Tim pun kemudian mendiskusikan kata yang cenderung banyak mengandung perbedaan pendapat tersebut.

 

Banyak lika-liku yang harus dilalui tim dalam menyusun kamus, belum lagi ketika rasa jenuh dan bosan menghampiri para penyusun, sedangkan waktu terus berjalan mendekat mengingatkan tim untuk patuh kepada tenggat. Kata tenggat memang boleh jadi menghantui siapa saja yang melakukan pekerjaan besar.

Mengerjakan sebuah kamus memang tidak semudah seperti orang membalikkan telapak tangan. Menyusun kamus umum ibarat menimba air di samudra luas. Tidak akan pernah selesai menangani kata sepanjang zaman.

 

Sebagai kata akhir, tim menyadari bahwa Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi IV ini mungkin masih jauh dari harapan pengguna, tetapi asa itu akan selalu ada pada tim penyusun. Sebuah peribahasa mengatakan bahwa tak ada padi yang bernas setangkai ‘tak ada sesuatu yang sempurna’. Peribahasa yang lain mengatakan bahwa usang dibarui, lapuk dikajang ‘apa-apa yang rusak harus diperbaiki’. Untuk itu, kami pun mengharapkan masukan dan kritik dari pengguna untuk penyempurnaan kamus pada masa yang akan datang.****

Read Full Post | Make a Comment ( 8 so far )

Liked it here?
Why not try sites on the blogroll...